My Live My Secret . .

Try to share and dare




Seorang gadis kecil bertanya kepada ayahnya, “Abi, ceritakan padaku tentang Akhwat Sejati.” Sang Ayah tersenyum dan menjawab :

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya
Tetapi dari kecantikan hati yang ada di baliknya

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona
Tetapi dari sejauh mana ia menutupi tubuhnya

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari begitu banyaknya kebaikan yang ia berikan
Tetapi dari keikhlasannya memberikan kebaikan tersebut

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya
Tetapi dari apa yang sering dibicarakan mulutnya

Akhwat sejati bukanlah dilihat keahliannya berbahasa
Tetapi dari bagaimana caranya ia berbicara

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian
Tetapi dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan
Tetapi dari kekhawatiran dirinyalah yang mengundang orang jadi tergoda

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani
Tetapi dari sejauh mana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa syukur

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul
Tetapi dari sejauh mana ia bisa menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul

baca selanjutnya ..


Sedih bila kuingat pertengkaran itu

Mambuat jarak antara kita

Resaqh tiada menentu

Hilang canda tawamu

Tak ingin aku begini, tak ingin begini...

Sobat, rangkaian masa yang t'lah terlewat

Buat batinku menangis

Mungkin karna egoku, mungkin karna egomu..

Maaf aku buat begini, maaf aku begini....

BIla ingat kembali

Janji persahabatan kita

Takkkan mau berpisah

karena ini..

Pertengkaran kecil kemarin

Cukup jadi lembaran hikmah

Karena aku ingin tetap menjadi sahabatmu, sahabatku....

baca selanjutnya ..


Ikhwah...?!? !? Ngaku..ngaku. ..
Ikhwah...?!? !?

"Hei... aku sudah ikut mentoring"

"Aku sudah liqo"

"Aku sudah tarbiyah"

"Aku adalah ikhwah"

Mengapa kau bangga menyebut dirimu sebagai seorang ikhwah?

Padahal kelakuanmu tak ubahnya sampah..

Boro-boro shalat tahajud

Shalat wajib pun kau malas mengerjakannya

Lalu bagaimana dengan shalat berjama'ah?

Ah, serasa mimpi saja

Apalagi untuk sekedar membaca surat cintaNya

Huh... enakan baca novel, cerpen, atau komik

Lebih asyik dan menghibur

Daripada membekali diri dengan buku-buku islami

Benarkah engkau sudah tarbiyah ?

Kalau dengan lawan jenis kau begitu tak terjaga

Matamu berkeliaran, entah kemana hatimu

Saat ada tangan lembut seorang wanita yang tersodor
kepadamu

Engkaupun menyambutnya dengan hangat dengan dalih agar
ke'ikhwahan' mu tidak
turun derajatnya

Kau begitu pemilih dalam berdakwah

Mana yang bisa kau jadikan tempat penghidupan

Padahal justru dakwahlah yang harus kau hidupkan

Kau begitu pemilih dalam dakwah

Betapa nikmatnya bertaushiyah dengan sang lawan jenis

Lagi-lagi dengan dalih dakwah

Padahal entah berapa banyak teman-temanmu sejenis yang
lebih membutuhkan bimbinganmu

Bukanlah seorang ikhwah, orang yang tidak terjaga
lisannya.

Bukan pula seorang ikhwah, orang yang tak bisa menjaga
mata dan hatinya

Dari yang diharamkan Allah...

Bukanlah seorang ikhwah, orang yang begitu mudah mengeluh

Padahal ia memiliki Allah sebagai Pembelanya

Apakah pantas engkau mengaku sebagai seorang ikhwah ?

Padahal akhlaqmu begitu jauh dari akhlaq yang sesuai
dengan perintahNya?

Benarkah engkau seorang ikhwah

Padahal engkau begitu malas beribadah kepadaNya?

Sekali lagi, kutanya kepadamu

ikhwah kah dirimu?

Padahal amalanmu begitu ternoda dengan tujuan duniawi

Tiada sedikitpun engkau beramal kecuali mengharap pujian
dan balasan dari manusia

Tidakkah engkau malu telah berbuat begitu, wahai engkau
yang mengaku sebagai ikhwah?

Apa yang kau lakukan saat ini?

Ketika orang lain tengah berpeluh karena berdakwah

Dan yang lainnya begitu letih meyeru kebaikan

Apa yang sudah kau lakukan?

Menjadi komentator dakwah

Atau turut melaju bersama putarannya?

Lalu, wahai orang yang mengaku dirinya sebagai ikhwah

Dimana engkau telah kubur hatimu?

Hei, sadarlah! Bangunlah!

Sebelum ajal menjemputmu sobat....

baca selanjutnya ..



Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?
Ketika kita menangis?
Ketika kita membayangkan?
Ini karena hal yang terindah di dunia TIDAK TERLIHAT
Kita semua agak aneh ... dan hidup sendiri juga agak aneh ...
Dan ketika kita menemukan seseorang yang keunikannya SEJALAN dengan kita ...
Kita bergabung dengannya dan jatuh ke dalam keanehan serupa yang dinamakan CINTA

Ada hal-hal yang tidak ingin kita lepaskan ...
Orang-orang yang tidak ingin kita tinggalkan ...
Tapi ingatlah ...
melepaskan BUKAN akhir dari dunia...
melainkan awal suatu kehidupan baru ...

Kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis,
mereka yang tersakiti, mereka yang telah mencari ...
dan mereka yang telah mencoba ...
karena MEREKALAH yang bisa menghargai betapa pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan mereka ...

CINTA yang AGUNG?
Adalah ketika kamu menitikkan air mata dan MASIH peduli terhadapnya ...
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu MASIH menunggunya dengan setia ...
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu MASIH bisa tersenyum sembari berkata 'Aku turut berbahagia untukmu'

Apabila cinta tidak berhasil ... BEBASKAN dirimu ...
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya dan terbang ke alam bebas LAGI
Ingatlah ... bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan kehilangannya,
tapi ketika cinta itu mati ...
kamu TIDAK perlu mati bersamanya...

Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu menang ...
MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika mereka jatuh
Dalam perjalanan kehidupan, kamu belajar tentang dirimu sendiri ...
dan menyadari bahwa penyesalan tidak seharusnya ada
HANYALAH penghargaan abadi atas pilihan2 kehidupan yang telah kau buat

TEMAN SEJATI ...
Mengerti ketika kamu berkata 'Aku lupa ...'
Menunggu selamanya ketika kamu berkata 'Tunggu sebentar ...'
Tetap tinggal ketika kamu berkata 'Tinggalkan aku sendiri...'
Membuka pintu, meski kamu BELUM mengetuk dan berkata 'Bolehkan saya masuk?'

MENCINTAI ...
BUKANlah bagaimana kamu melupakan ... melainkan bagaimana kamu MEMAAFKAN...
BUKANlah bagaimana kamu mendengarkan ... melainkan bagaimana kamu MENGERTI...
BUKANlah apa yang kamu lihat ... melainkan apa yang kamu RASAKAN...
BUKANlah bagaimana kamu melepaskan ... melainkan bagaimana kamu BERTAHAN...

Lebih berbahaya mencucurkan air mata dalam hati dibandingkan menangis tersedu-sedu
Air mata yang keluar dapat dihapus...
sementara air mata tersembunyi menggores luka yang takkan pernah hilang ...
Dalam urusan cinta, kita SANGAT JARANG menang ....
Tapi ketika CINTA itu TULUS, meskipun kalah, kamu TETAP MENANG
hanya karena kamu berbahagia...
dapat mencintai seseorang...
LEBIH dari kamu mencintai dirimu sendiri ...
Akan tiba saatnya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang
BUKAN karena orang itu berhenti mencintai kita
MELAINKAN karena kita menyadari bahwa ia kan lebih bahagia bila kita melepaskannya...
Apabila kamu benar-benar mencintai seseorang, jangan lepaskan dia...
jangan percaya bahwa melepaskan SELALU berarti kamu benar-benar mencintai
MELAINKAN BERJUANGLAH demi cintamu Itulah CINTA SEJATI

Lebih baik menunggu orang yang kau inginkan DARIPADA berjalan bersama orang yang 'tersedia;
Lebih baik menunggu orang yang kau cintai DARIPADA orang yang berada disekelilingmu

Lebih baik menunggu orang yang tepat
karena hidup ini terlalu singkat untuk dibuang dengan hanya dengan 'seseorang'

Kadang kala, orang yang kamu cintai adalah orang yang PALING menyakiti hatimu
dan kadang kala, teman yang membawamu ke dalam pelukannya dan menangis bersamamu
adalah cinta yang tidak kamu sadari."

baca selanjutnya ..



Sebelum menulis ini, saya telah membaca sebuah karya novel yang menurut saya cukup baik dan menarik, yaitu Ketika Cinta Bertasbih episode 2. Kali ini saya tidak akan membahas tentang cerita cintanya. Akan tetapi saya sedikit menceritakan sepenggal cerita dari novel tersebut.

Dalam novel tersebut, Azzam menceritakan sebuah cerita yang cukup menarik. Ia menceritakan sebuah kisah seekor anak singa yang sejak awal lahir ia kehilangan induknya. Anak singa itu pun menjadi sebatang kara hingga suatu saat ada segerombolan kambing menemukan ia. Seekor induk kambing merasa iba melihat keadaan anak singa itu. Lalu ia mengajak anak singa itu ketempatnya dan menganggap ia anaknya. Anak singa itu diurus sampai ia menjadi dewasa. Sampai suatu saat, perkampungan kambing itu didatangi oleh seekor srigala yang sedang kelaparan. Mereka ketakutan melihat srigala itu, lalu, seekor dari mereka tertangkap dan srigala itu sudah tidak sabar memangsanya. Spontan, induk kambing meminta anak singanya untuk menolong kambing yang tretangkap tadi. Namun, anak singa itu bukannya mengaung malah mengembik. Srigala yang awalnya bergetar melihat melihat seekor anak singa tiba-tiba tertawa melihat seekor anak singa yang mengembik. Srigala itu pun pergi dengan perasaan riang dan terbahak-bahak. Setelah kejadian itu, semua kambing merasa murka dengan anak singa tersebut. Bahkan, induk kambing yang selama ini memberinya kasih sayang marah kepadanya. Anak singa merasa malu dengan kejadian tadi. Lalu, ia bertekad untuk menyelamatkan kawannya bila srigala itu muncul lagi. Saat-saat itu pun tiba. Srigala datang lagi dan bermaksud menyantap kambing lagi. Srigala itu tanpa berpikir panjang langsung mengejar kambing dan perasaan ingin melindungi kambing-kambing sirna dari hati anak singa itu, anak singa itu malah ikutan lari. Srigala semakin bingung melihat apa yang terjadi. Srigala itu mengubah targetnya menjadi mengejar anak singa. Ia ingin tahu sebenarnya yang telah terjadi. Tapi, seekor singa hutan datang dan mengaung dengan hebatnya. Sang srigala pun lari ketakutan. Singa hutan menghampiri anak singa dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. ” hai bangsaku, ada apa denganmu?” ”aku kambing!” jawab anak singa. Singa hutan segera membawa anak singa menuju tepi danau. Ia menyuruh anak singa melihat ke air. ”aku adalah singa dan kau mirip denganku, berarti kau juga sama denganku”. Saat itu ia baru tersadar bahwa ia seekor singa dan bukan seekor kambing.

Dari cerita ini, kita bisa merefleksikan diri kita bahwa kita dilahirkan menjadi seorang muslim. Namun, banyak dari saudara kita lupa tentang jati diri seorang muslim. Mereka beralasan lupa atau terpengaruh dengan lingkungannya. Padalal itu Cuma alasan yang tak bermakna. Bahkan banyak dari masyarakat kita banyak yang menginginkan orang lain seperti mereka. Mereka tidak mau dan tidak rela ada orang lain yang lebih dari mereka. Untuk itu, mereka melakukan berbagai cara agar hal itu tidak terjadi. Kesempatan yang langka ini yang dimanfaatkan oleh syaitan untuk menambah banyak teman.


Para pembaca sekalian, jadilah seorang muslim sejati! Karena kita dilahirkan untuk menjadi seperti itu. Segala hasil yang kita akan dapat nanti merupakan usaha kita sendiri.

baca selanjutnya ..


7 Hari Mencari Bidadari

Setelah mendengarkan penjelasan dari Ganesh kemarin, hari ini aku berangkat dari rumah dengan perasaan penuh tanda tanya.” Siapa “DIA”?” tanyaku dalam hati setiap kali teringat pernyataan Ganesh yang selalu memujinya. Di sekolah, tepatnya selama seminggu setelah pernyataan Ganesh kemarin, aku mulai sering pergi ke musholla. Anto dan Hasta merasa heran melihat perubahanku ini. Padahal, aku ke mosholla dengan prioritas utamanya untuk mencari tahu “DIA” dan Dhuha prioritas setelahnya. Setiap kali aku pergi kesana, aku tidak langsung sholat dhuha. Aku malah duduk diselasar musholla sambil melihat-lihat “DIA”. “ Kemana ya cewek bawel itu?” Tanyaku dalam hati. Sudah hamper 15 menit aku menunggu namun belum ada juga. Parahnya, aku langsung meninggalkan musholla tanpa sholat dhuha terlebih dahulu. Maklum saja, saat itu aku belum terlalu beriman.

Aku Ketahuan

Setelah pencarianku di musholla hampa, aku langsung berniat kembali ke kelas untuk mengobrol. Selama perjalanan melewati pintu gerbang selatan, tanpa sengaja aku melihat “DIA” dari kejauhan. Bodohnya diriku, tanpa sadar dan berpikir panjang, aku malah mengikutiya sampai-sampai “DIA”merasa diikuti dan saat itu pula aku sadar “DIA” menoleh kebelakang dan melihatku. Aku pun seketika berpaling dari belakangnya dan berpura-pura berbicara dengan orang lain yang sedang mengobrol dengan temannya di depan kelas 2-1. Malangnya, orang yang aku ajak berpura-pura mengobrol tidak mengenalku. Orang itu bahkan bertanya, “Lw siapa? Sok kenal banget lw!?” Aku malu bukan kepalang. Tak ku sadar pula aku mendengar “DIA” tertawa cukup keras yang tidak jauh dariku. Aku tak tau apa yang menyebabkan “DIA” tertawa. Tapi aku mulai berpikir kalau “DIA” menertawaiku. Perasaan pradugaku itu yang membuat Kekesalanku terhadap “DIA” semakin bertambah. Aku tak tahu iblis apa yang berada di dalam diriku yang menyebabkan aku berpikiran seperti itu. Hari itu begitu fana dan aku kembali ke kelas dengan perasaan malu dan kacau.

Geng Remang-remang yang Malang

Aku menaiki tangga kecil di depan kelasku dengan sangat lemas. “Er, kenapa lw? Tumben lw ga banyak berkicau? He..he..he..” Tanya Dante seraya mengejek. Aku tidak menjawab pertanyaan satu kata pun. Aku pun sangsung masuk ke kelas dan duduk dengan tangan kulipat di atas meja. Aku memikirkan hal yang baru saja aku alami. Sempat sejenakku berpikir untuk mengakhiri ini semua. Karena baru sehari saja aku sudah mendapatkan hal yang kurang mengenakkan. Tapi, perasaanku menolak mentah-mentah. Lagi-lagi hatiku memberontak. Aku masih tidak bisa menerima omelan ”DIA” beberapa hari yang lalu. Tak terasa bel masuk pun telah berbunyi. Pelajaran Fisika pun dimulai. Berhubung guru fisika adalah wali kelas, jadi suasana kelas tidaklah terlalu tegang. PaK Guru mulai meminta kami membentuk sebuah kelompok dan seperti biasa kami berempat selalu bersama. Entah kenapa, setiap ada undian kelompok yang dilakukan secara random, kami selalu tebentuk menjadi sebuah kelompok. Hanya satu kali dari sekian undian kami berpencar. Mungkin itu sudah nasib kita untuk tersu bersama. Berhubung kami selalu bersama-sama dalam belajar, berkelompok, dan suka bermain di rental yang sama, lalu kami menyebut diri kami geng Remang-remang. Dinamakan remang-remang karena rental yang biasa kami kunjungi memiliki lampu yang agak redup dan remang-remang. Any way, Tugas kelompok kali ini kami membuat sebuah sebuah percobaan yang berhubungan dengan mekanika dengan al;at-alat sederhana. Setelah undian perkelompok selesai, sekarang tibanya waktu untuk undian kelompok yang pertama kali mempresentasikan percobaannya. Hasta maju kedepan mewakili kami dan benar kata teman-teman yang lain kalau tangan Hasta itu selalu sial. Pasalnya kami mendapatkan giliran pertama yang maju duluan. Kami pun langsung menyalahkan satu sama lain. Kami berempat bingung ingin membuat apa. Hal ini diperparah dengan waktu yang Cuma sebentar. Dan kemungkinan, hanay kelompok kami saja yang maju. Kami pun memcoba menguras semua ide yang ada di otak kami dan tidak dapat jua. Yang kami lakukan malah ngobrol-ngobrol dan baca komik. Tanpa kita berempat sadari, pak guru melihat dan memanggil kami dan tak disangka, pak guru marah. Kami pun langsung mendapat hukuman. Kami mendapat tiga tugas sekaligus dan sialnya harus dikumpulkan esok hari.

Mau tahu apa yang terjadi esok harinya? Dan bagaimana kisah Eriol mencari identitas "DIA" selama 6 hari lagi? Tunggu episode selanjutnya........

Bersambung.......

baca selanjutnya ..


Semuanya Berawal dari Sana

Namaku eriol (bukan mana sebenarnya), aku sekolah di sebuah lembaga pendidikan negeri di Depok yang cukup terkenal dikalangan masyarakat. Di sana aku menemukan sebuah manufer kehidupan yang selama ini aku cari. Walaupun, terasa seperti empedu yang semanis madu. Akupun bingung dengan apa yang terjadi padaku. Semua bermulai dari saat itu.

Mentoring Mengawali Semuanya

Seperti hari -hari biasa, aku menjalani kehidupan sekolahku dengan belajar yang terlihat sedikit main-main. Namun, 7 Oktober 2003 aku diajak mengikuti sebuah forum yang mereka sebut mentoring. Semula aku diajak oleh Wali kelasku yang aku tahu dia pembina rohis di SMPku. Selanjutnya teman-teman rohis mengajakku. Aku sama sekali tidak mengetahui apa itu mentoring. Lalu aku menerimanya dengan maksud hanya mempererat hubungan dengan wali kelas tanpa mengetahui secara pasti apa itu mentoring dan berniat hanya kumpul-kumpul saja bersama teman.

Hari itu adalah hari Selasa. Setelah bel pulang berdering, Ganesh, salah seseorang sahabatku menghampiriku,”Er, jangan lupa ya….!, nanti ada mentor jam 2 di Mushalla!” terlihat Ganesh begitu semangat mengajak aku dan cowok lainnya. Setelah membereskan semua buku dan peralatan sekolah, aku beranjak pergi dai kelasku menuju Musholla. Tak lupa aku mengajak teman-temanku untuk shalat dan ikut mentoring bersamaku. Aku mengajak Anto, Hasta, Ibam, dan Dante. Mereka berempat adalah sahabatku yang begitu dekat, bahkan Anto mengaggap kita berlima adalah satu keluarga. Kami berjalan menuju musholla yang terletak di seberang. Selama perjalanan ke Musholla, kami membicarakan mentoring. ” Mentor ngapain aja Er?” tanya Ibam kepadaku.” Wahaha…, lw ga tau mentor Bam?” sahut Dante dengan penuh ejekan.” Mentor itu mirip kayak ngaji bareng gitu Bam!! Terus ada materi-materi yang perlu kita tau. Udah ngertikan?” Tambah Dante yang penuh percaya diri. Maklum, dia merupakan anak Ustazt dari Parung Bingung. Bisa dibilang ilmunya paling tinggi diantara kami berlima.

Sesaat tiba di Musholla, kami langsung menaruh semua tas kami di pinggir sudut perpustakaan yang ada di sana. Anto terlihat sedang duduk-duduk di selasar sambil mengobrol dengan temanya yang berbeda kelas. ” Anto, Sholat dulu! Ngobrolnya nanti aja abis sholat!” lagi-lagi Dante menasihatinya. Mendengar itu, Anto lekas wudhu bersama kami dan sholat dzuhur berjamaah. Setelah sholat, kami berlima bermaksud jajan makanan ringan di luar area sekolah. Anto dan Dante terlihat memegang perut mereka dan terlihat sekali kalau mereka berdua sedang lapar. Tapi, aku menolak ajakan mereka. Aku lebih menunggu di Musholla karena uang yang aku punya hanya tinggal buat ongkos pulang saja. Lalu mereka berempat pergi untuk jajan dan aku menunggu sendiri di Musholla.

Sambil menunggu mentor yang masih setengah jam lagi, aku membaca sebuah komik dan tanpa terasa aku ketiduran di dalam. Baru sejenak ketiduran, seseorang wanita tak ku kenal yang berkerudung putih panjang itu berkoar-koar di dalam musholla. Wanita itu, sebut saja ”DIA” terlihat kesal melihat aku tidur di dalam. Tidak hanay aku saja yang tidur di dalam, ada beberapa anak kelas 3 yang juga tidur-tiduran. Akupun mulai tersadar perlahan mendengar suaranya yang cukup keras. Bola mataku yang sayup-sayup tak jelas melihat ”DIA”. Aku membayangkan ”DIA” dengan penuh semangat menegur kami yang sedang tiduran. Seperti kebanyakan orang, aku sangat kesal saat sedang tidur lalu diomelin dengan nada yang cukup keras. Aku beranjak dari tidurku dan menuju keluar menghampirinya. Kekesalan yang meluap di dalam diriku terkapar sesaat melihat dirinya. Aku terpaku melihat dia mengomeliku tanpa adanya kemarahan di hatinya. Sekejap kulihat tatapan mata tajamnya menunjukkan ketegasan yang ingin dia sampaikan kepadaku. Aku menundukkan kepalaku karena aku tak sanggup berhadapan dengannya. Hal itu bergulir beberapa menit, sampai akhirnya semua itu berakhir tanpa aku berkata sedikitpun. ”DIA” hanya memberikan aku sebuah senyuman manis sambil berkata,”Jangan tidur-tiduran lagi ya…!” Nasihat pertama yang kau dapatkan dari seorang yang tak ku kenal semasa sekolah. Aku merasakan ada sesuatu yang berbeda di dalam dirinya. Namun, aku masih kesal ”DIA” mengomeliku di depan orang banyak. Padahal yang tidur di dalam tidak Cuma aku, kenapa aku saja yang diomelin? Perasaan kesal seketika hilang saat Wali kelas dan teman-temanku tiba. ”Kenapa Er? Kok cemberut aja? Abis diapain ma ”DIA”?,he..he..he..” Ujar ejekan Ganesh yang sepertinya kenal dengan ”DIA”. Aku tak menanggapi pertanyaan Ganesh tanpa kata sedikitpun. Ganesh dan Anto merasa heran dan sedikit kesal melihatku seperti itu. Melihat diriku yang penuh emosi ini, aku lekas berwudhu berharap dapat menghilangkan segala penat di hatiku. Alhamdulillah, semua hilang dalam sekejap. Aku memulai mentor pertamaku dengan perasan yang lega.

Siang Hari yang terik, Penuh Amarah, Namun Terasa sangat Menyejukkan

Jam di selasar Musholla sudah menunjukkan jam 2 siang pertanda mentor segera dimulai. Kami berlima memepersiapkan diri masuk ke dalam. Terlihat hanya kami berlima saja yang ikut mentoring. ”Dan, yang lain mana? Tanya Hasta penuh penasaran.” Tadi udah diajakin semuanya yang muslim, tapi banyak yang ga bisa!” Jawab Dante yang sedikit kecewa dengan peserta yang datang. Anto sempat mngintip peserta wanitanya, ternyata cukup banyak bila dibandingkan segala laki-lakinya. Segalanya berjalan dengan baik sampai aku mendengar suara ”DIA” lagi. Seketika amarah yang aku tutupi meluap kembali. ””DIA” ngapain lagi kesini?” gumamku. Mentor yang awalnya aku rasa menyenangkan berubah menjadi tak karuan. Aku selalu saja menggumam tanpa mendengarkan isi materi yang disampaikan oleh Wali kelasku. Lalu, Beliau menyadari apa yang terjadi denganku. Sejenak mentor terhenti dan Beliau memendang kearahku. ” Kenapa Er?, Ada masalah sama ”DIA”?” Aku terkejut mendengar pertanyan yang dilontarkan Beliau. Aku berpikir sejenak, sepertinya, Beliau memiliki insting yang bagus menganalisis anak muridnya. ”Abis diputusin kali Pak!” Sahut Hasta dilanjutkan guyonan canda tawa dari teman-teman yang lain.” Engak ada apa-apa kok Pak! Lanjutin aja mentornya!” Aku mencoba menjawab berharap dapat menutupi perasaan yang aku rasakan saat itu. ”Cie..cie…” lagi-lagi candaan yang aku dapat dari mereka. Suasana yang seharusnya kondusif berubah ramai dengan mencandaiku. Aku berpura-pura meminta minum pada Hasta yang ku tahu di tidak pernah membawa minum. Aku melakukan hal itu untuk mengalihkan pembicaraan saja. Alhasil, aku malah tambah parah diejek mereka. Melihat suasana yang semakin tidak kondusif ini, Beliau kembali mencoba mengambil alih suasana. ” udahlah, yang seperti itu jangan dipikirin! Nanti saja kalau sudah waktunya!” Semua terdiam setelah mendengar hal itu. Sepertinya kami menyadari kesalahan kami yang membicarakan hal ini bukan pada tempatnya. Lalu, suasana kembali kondusif. Hal ini samakin bertambah setelah Beliau memberikan kami pengarahan tentang hal pria dan wanita. Beliau mengajak kami untuk tidak memikirkan hal seperti itu saat ini. Beliau menyarankan kepada kami untuk membuat rencana kedepan dalam hal ini rencana memilih pasangan. Kami semua sama sekali tidak mengerti apa yang dibicarakan Beliau. Kami hanya mengangguk-anggukkan kepala saja. Biar keliatan mengerti di hadapan Beliau. ”Mungkin suatu saat nanti kalian mengerti, saya hanya memberikan apa yang harus kalian dapatkan saat ini.” itu kata-kata terakhir yang belian berikan hari itu. Mentorpun selesai dan kami mengakhirinya dengan penuh senyuman.

Sambil berjalan keluar, Beliau terkejut mendengar Ganesh dan Anto menanyakan waktu mentor minggu depan. Beliau tersenyum bahagia melihat anak didiknya begitu semangat mentoring. Beliau hanya tersenyum. Kami pulang bersama-sama sambil membahas yang dibicarakan beliau. Walaupun kami tidak mengerti sama sekali, tapi kami senang mendapatkan banyak pelajaran yang bisa kami dapatkan. Mungkin saat ini kami tidak menyadari, tapi kami percaya terhadap kata-kata beliau bahwa suatu saat nanti kami pasti mengerti. Saat itu, yang ada dibenakku adalah kata ”Rencana”. Setelah sampai di ujung jalan, aku berpisah dengan tema-teman yang lain.

Aku pulang bersama Hasta. Rumahnya searang dengan rumahku. Kami berjalan kaki sampai rumah melewati jalan yang cukup bising. Selama perjalanan, Hasta menanyakan tentang sebuah rencana kedepan. Aku sendiri saat itu tidak mengerti apa yang dimaksud dengan rencana kedepan. Tapi hal itu yang menjadi pemikiranku selama pejalanan. Kami berjalan sangat sunyi sekali. Yang terdengar hanya suara mobil yang lalu lalang. Kami sama-sama berpikir sebuah rencana dan sampai tiba di persimpangan jalan nenuju rumah Hasta, kami tidak mendapatkan jawabannya. Di sini aku dan Hasta berpisah.”Er, kalo lw udah ngerti yang gw tanyain tadi, telpon gw ya…?” Ujarnya sampil berpisah denganku.

Setelah berpisah dengan Hasta di pesimpangan jalan tadi, aku melanjutkan perjalanan pulang. Lagi-lagi, aku memikirkan sebuah kata yaitu Rencana. Aku mencoba memikirkan hal lain, tapi yang terjadi aku malah memikirkan ”DIA”. Aku teringat-ingat ”DIA” lagi. Melihat kondisi pikiran yang semrawut, aku mempercepat jalanku dan berharap cepat sampai rumah. Aku berniat tidur untuk melupakan sejenak semua yang aku alami selama seharian di sekolah.

Sesampai di rumah, aku langsung menuju kamar segera menanggalkan kemeja sekolahku dan lekas tidur.”Er, kamu makan dulu baru tidur”. Tegur bunda melihatku yang terburu-buru menuju kamar. ” nanti aja bunda, aku masih kenyang.” Jawabku. Aku sedikit berbohong karena aku perutku sudah keroncongan tapi aku tidak nafsu makan memikirkan ”DIA”. Di kamar, aku membaringkan diri dan melihat keatas atap kamarku yang mulai rusak. Sesaat aku sadar kalau aku memiliki kewajiban untuk memperbaikinya, tetapi lagi-lagi, memikirkan hal yang ”DIA” lakukan tadi membuatku malas melakukan apapun. Sejenak terbesik di hatiku untuk membalas kelakuan ”DIA” esok hari. Aku mencari secarik kertas kosong, lalu aku mulai menulis hal-hal apa saja yang akan aku balas ke”DIA”. Aku menulis beberapa rencana jahil yang menurutku itu pantas ”DIA” dapatkan. Sambil menulis, aku tersenyum membayangkan ekspresi ”DIA” saat kujahili esok. Aku sempat tertawa melihat semua yang aku tulis. Setelah itu, aku terlelap lelah dengan pensil masih berada di tanganku dan sebuah secarik kertas dengan beberapa rencana jahil untuk ”DIA”

Esok Hari yang penuh dengan Kejutan

Tepat pukul 5 pagi aku terbangun dari tidur yang menyejukkan segala pikiranku seharian kemarin. Aku menyambut pagi dengan semangat menggebu-gebu tak sabar menjalankan rencana yang akan aku laksanakan hari ini untuk ”DIA”. Terdengar cukup jahat tapi itulah diriku sat itu. Pagi itu aku jalani dengan senyuman yang terpancar di wajahku. Aku melangkahkan kaki menyapa semua orang yang ku kenal sampai beberapa orang terkejut melihatku berbeda dari biasanya. Aku melewati setiap langkah penuh dengan keceriaan menyambut ”persembahan” yang aku persiapkan untuk ”DIA” di sekolah.

Pukul 06.50 aku tiba di sekolah tercinta. Aku sapa satpam yang sedang berdiri di gerbang depan. Terlihat wajah heran yang terpancar melihat seorang siswa yang tidak pernah menyapa tiba-tiba menyapa dengan penuh senyuman. Akan tetapi, satpam membalas sapaanku dengan lembut. Bermula dari sana, sampai sekarang aku dekat dengan satpam yang menjaga pintu depan. Aku menuju wilayah selatan yang menjadi tempat kelasku. Sambil melangkahkan kaki menuju kelas, tiba-tiba aku melihat ”DIA” dari belakang. Aku tahu betul kalau itu ”DIA” karena aku hafal cara berjalannya. Melihat dari belakang dengan penuh niat jahil yang sudah tidak sabar untuk aku lakukan. ”DIA” menuju kelas tanpa sadar kalau aku berada di belakangnya. Lalu aku lekas kekelasku karena kulihat Hasta dan Dante telah menungguku ditangga depan kelasku. Mereka senang sekali duduk-duduk ditangga sambil mengobrol hal-hal yang kebanyakan kurang penting namun cukup jenaka untuk didengar.

Sesampai di depan kelas, aku langsung bergabung dengan Hasta dan Dante yang telah menungguku tanpa menaruh tas terlebih dahulu. Mereka berdua masih saja membicarakan isi mentor yang kemarin. Dapat dimaklumi kalau mereka masih penasaran, wajar karena kami masih dalam tahap peralihan. ”Er, udah tau belom tentang kemaren?”tanya Hasta kepadaku. ”Kemaren yang mana?” jawabku pura-pura lupa. ”Dasar lw Er, pikun banget lw!” gurau Anto yang baru datang dari kelas sebelah. Kita bertiga duduk-duduk di dekat kolam kecil yang baru selesai dibangun sambil membahas makna mentoring kemarin. Teng..teng..teng…, suara bel berdering. Kami pun lekas masuk ke kelas dan mempersiapkan buku yang akan dipakai dijam pertama.

Diselah-selah pelajaran, Ganesh yang berada di sebelah meja aku dan Anto menanyakan hari buat mentor minggu depan. ”minggu depan mau mentor hari apa?”tanyanya sambil berbisik takut terdengar oleh guru. Kami tidak memberikan jawaban saat itu karena kami berdua sedang fokus terhadap pelajaran yang sedang disampaikan guru. Kulihat wajah kesal Ganesh beberapa saat setelah dia menunggu jawaban yang tidak terjawab. 3 Jam hampir berlalu dan kulihat jam menunjukkan pukul 09.50. ”Tinggal 10 menit lagi nich”, gumamku dalam hati. 5 Menit sebelum jam berakhir, Ganesh meminta kami yang ikut mentor kemarin untuk tidak pergi kekantin dulu. Ganesh mau menanyakan hal yang sama seperti yang dia tanyakan tadi. Akhirnya kami sepakat bahwa mentor dilaksanakan setiap Rabu jam 2 siang. Setelah itu, Ganesh meminta izin duduk di bangkuku untuk membaca comik. Aku izinkan saja dia karena aku tahu dia sangat suka membaca sambil bersenderan. Lalu, aku dan keempat sahabatku pergi kekantin. Biasalah, kami selalu pergi bersama-sama dan memakan makanan yang sama jenisnya.

Di kelas, Ganesh yang sedang membaca komik merogoh bagian dalam meja dan menemukan selembar kertas yang berisi rencana jahilku buat ”DIA”. Dia terkejut saat membaca dan langsung menungguku di depan pintu. Serelah kenyang, ku dan teman-teman kembali ke kelas berniat menengerjakan tugas yang belum selesai. Ketika berjalan di koridor kelas, aku melihat Ganesh dengan wajah yang sedikit kesal memandangku. ”Er, sini dech! Gw mau ngomong sebentar!” Pinta Ganesh padaku. Aku menerima ajakannya dan kami berdua duduk di dekat kolam ikan. ”Ada apa Nesh?”tanyaku. ”gini Er, gw mau nanya tentang ini.” tanya Ganesh sambil menunjukkan selembar kertas yang ternyata itu punyaku. Aku terdiam tak percaya dia tehu semua rencanaku. Belum sempat aku jelaskan semuanya ke Ganesh, bel berbunyi tanda masuk telah tiba. Aku meminta Ganesh untuk membicarakan hal ini setelah pulang sekolah nanti. Ganesh pun setuju. Aku merasa tidak enak saat Ganesh mengetahui rencanaku ini. Aku tahu Ganesh adalah teman baik ”DIA”. Aku khawatir Ganesh memberitahukan rencanaku ini ke ”DIA”.

Setelah Ganesh menemukan dan mengetahui rencanaku itu, belajarku jadi tidak fokus. Aku memikirkan sejuta alasan untuk aku berikan ke Ganesh setelah bel pulang nanti. Waktu terasa cepat berlalu, tidak ada sedikitpun ilmu yang aku dapatkan ssetelah istirahat tadi. Aku terkejut saat aku lihat waktu telah menunjukkan pukul 13 yang berarti sudah waktunya untuk pulang.

Setelah bel pulang berbunyi, Ganesh meminta untuk sholat terlebih dahulu baru kita membicarakan hla tadi. Aku setuju-setuju saja dengan rasa khawatir Ganesh mengadu jika dia bertemu dengan ”DIA” di musholla. Ganesh pergi lebih dahulu menuju musholla dan aku menyusul dari belakang. Jantungku semakin tak tentu berdenyut selama menuju musholla. Sesampai di sana, aku mencoba untuk melihat apakah ”DIA” ada si sana atau tidak. Alhamdulillah, ternyata ”DIA” sudah pulang bersama teman dekatnya Dhea. Akupun sholat dengan sedikit tenang walaupun dag-dig-dug menyerang perasaanku.

Setelah sholat, hatiku menjadi semakin tertekan, terlihat Ganesh sudah memakai sepatu dan bersiap-siap meminta keterangan dariku. ”Er, kita ngobrol sambil jalan aja!” ga papakan?” tanyanya. Aku pun tidak bisa menolak karena rasa bersalahku. Kita pun berjalan pulang bersama-sama dan sambil berjalan pula aku mengungkapkan argumen pembuatan tencana itu dan aku juga menceritakan tentang kejadian kemarin. Ganesh mendengarkan semua penjelasanku dengan khidmat sekali tanpa memotongnya sedikitpun. Setelah selesai mendengarnya, Ganesh bertanya,”Er, lw tahu dari mana kalau ”DIA” cewek kayak gitu? Apa Cuma dari ”DIA” ngomelin lw lantas lw bisa menganggap ”DIA” kayak gitu? Lw salah besar Er! Lw pasti nyesel saat lw tau ”DIA” bukan seperti apa yang lw pikirin!” Aku bingung mau menjawab apa! Aku lagi-lagi terdiam dan hanya bisa diam. Pertanyaan Ganesh membuatku penasaran tentang ”DIA”. ”Sehebat apa ”DIA” sampai-sampai Ganesh berkata seperti itu?” tanyaku dalam hati. Kita berdua berjalan dengan berdiam-diaman sampai tiba di ujung jalan. Akhirnya aku dan Ganesh berpisah. Dia sedang ada acara keluarga di tempat pamannya. Jadi kita berdua tidak bisa pulang bersama-sama.

Setelah berpisah dengan Ganesh, yang ada dipikiranku hanya ”DIA”. Siapa ”DIA”? Pikiran itu yang meracuni pikiranku sampai beberapa hari kedepan. Sampai suatu saat aku berencana mencaritahu siapa ”DIA”, bagaimana sifatnya, dan apa yang menjadikan ”DIA” sangat spesial dimata Ganesh.

Bersambung…………….

baca selanjutnya ..