My Live My Secret . .

Try to share and dare



Sebaimana banyak digambarkan dalam buku sejarah masa lalu bahwa Abdurrahman bin Hisyam, yang biasa dipanggil dengan sebutan 'Al-Ausath', termasuk dari pemimpin yang besar pada dinasti Umayyah Andalusia,. Ia adalah laki-laki yang cerdas, rajin, tekun, dan bertanggungjawab atas segala urusan yang dipimpinnya.Sebagaimana halnya para pemimpin Andalusia yang terdahulu, Al-Ausath bekerja untuk mengabdi kepada negeri dan membahagiakan masyarakat.


Selain itu, Al-Ausath juga merupakan laki-laki yang berwatak halus dan cinta damai. Ia diterima dengan segala keputusannya oleh rakyatnya. Banyak yang memujinya serta patuh terhadap ketetapan yang diambilnya. Al-ausath juga bersahabat baik dengan Yahya bin Hikam Al-Ghozali, seorang penyair yang tekun. Juga dengan orang cerdas seperti Abbas bin Farnas,seorang pemikir dan penemu yang merupakan orang pertama yang menemukan ilmu penerbangan.
Akan tetapi, pemimpin yang dicintai ini mengalami cobaan. Di usianya yang usdah menginjak lima puluh sembilan tahun, ia didera penyakit yang tak kunjung sembuh selama tiga tahun lamanya. Hingga konsidi fisiknya pun menjadi lemah. Menurut para pembesar dan sejarawan andalusia, penyakit yang dideritanya itu adalah penyakit kanker hati.
Pada hari rabu yang keempat dari bulan Rabiul akhir tahun 238 hijriyah, sang pemimpin masih mengkhawatirkan keadaan dirinya. Namun, ia merasa bahwa kondisinya saat itu sudah semakin baik. Lalu, Al-Ausath segera mencari pembantunya untuk membawa dirinya ke istana yang letaknya di kordova dan sekitarnya. Ketika ia bersandar di atas singgasananya, ia dapat melihat para petani desa yang berada di sebelah selatan kordova. Ia juga dapat melihat sungai yang mengalir di bawahnya dan juga perahu yang melntas pelan dengan hirik pikuk para pengguna jasa transportasi air.
Al-Ausath mulai mendengar kabar yang terjadi di sekitarnya. Ia menghibur dirinya dengan kisah-kisah dan kabar-kabar asing yang memebahagiakan. Lalu, matanya tertuju pada hewan ternak yang jauh, sedangkan penggembalanya duduk mengawasi sepanjang waktu dengan berteduh di bawah pohon dengan posisi bersandar di pohon tersebut. Al-Ausath lalu menarik nafas panjang dalam-dalam. Kemudian ia membaut gambaran dan meneteskan air matanya, lalau berkata,"Demi Allah, aku lebih suka dengan tempat keududkan penggembala itu, ia tidak terlibat dengan apa yang berkaitan dengan urusan duniawi yang berat dan tidak terikat dengan urusan manusia dan tanggungjawab pada masyarakat."
Ia lalu memanggil perdana menterinya dan berkata," Aku ingin memeperbaharui janji dan perencanaan kota kita. Besok kita akan pergi dengan berkendara bersama-sama untuk suatu perjalanan jauh. Segeralah berkemas dan sipakan apa saja yang dibutuhkan untuk bekal perjalanan esok hari. Kerjakanlah dengan segera karena kita berangkat pagi dengan izin Allah."
Kemudian perdana menteri tersebut melaksanakan semua perintahnya. Ia pun segera menemui kepala pembantu yang berada di ruangannya seraya berkata," Masuklah ke dalam kamar sang raja, bukalah lemari pakaiannya dan ambilkanlah kain yosfia yang paling bagus bentuknya." Maka dikerjakanlah perintash tersebut.
Kemudian sang pembantu segera mengirimkan kain itu kepada penjahit kerajaan. Ia meminta dibuatkan baju untuk sang raja dan juga membuat peci untuknya yang sesuai dengan pakaian yang dikenakannya besok. Sang penjahit pun kemudian menjelaskan bahwa untuk membuat baju dan peci mustahil dilakukan dan terselesaikan dalam atu malam. Oleh karena itu, Al-Ausath memerintahkan untuk membatalkan pembuatan baju baru dan mencari baju lainnya di lemarinya. Permasalahan pakaian pun selesai dengan menemukan baju yang ada di lemarinya.
Setelah menunaikan sholat maghrib, Al-Ausath merasakan kesehatannya berubah. Penyakitnya dirasakannay mulai kambuh kembali dan kondisinya semakin melemah. Dan hal itu terjadi berulang kali hingga ia pun menjadi sangat lemash. Menjelang pertangan malam, sang pemimpin mneghembuskan nafas yang terakhirnya.
Pada saat yang sama setelah kematian Al-Ausath, anaknya segera menggantikannya sebagai raja. Sang anak seketika menemukan kain yosfia yang diletakkan ayahandanya di atas kursi singgasana. Ia mengetahui bahwa itu adalah keinginan ayahnya. Ia pun merasa kagum dengan sang ayah dan berkata,"ayahku ingin pergi jauh dengan pakaian yang bagus ini. Maka jadikanlah kain yosfia ini sebagai kain kafannya untuk menhadap Allah."
Jadilah kain tesrebut sebagai kain kafan yang membungkus tubuh pemimpin zaman itu. Banyak rakyat yang membicarakan kejadina tersebut dan mengambil gambaran dan pelajaran atas peristiwa yang terjadi serta segala bentuk kepemimpinan Al-Ausath. Sebuah gambaran sosok pemimpin yang patut di jadikan referensi bagi pemimpin-pemimpin saat ini.
Kita tidak pernah menegtahui jalan kita pendek ataupun panjang. Yang pasti, kita akan kembali kepadaNya dan itu tidak diragukan lagi.

0 komentar: